Setiap daerah punya kesenian daerah yang dijadikan sebagai icon. Banyuwangi juga punya yang "sesuatu" yang khas, SEBLANG.
Seblang
adalah sebuah ritual tradisional khas suku Osing (banyuwangi) dan di beberapa aspek nya memperlihatkan
tari-tarian untuk mengucap syukur dan tolak bala agar desa tetap aman dan
tentram.
Ritual
Seblang hanya akan dijumpai di dua desa di Banyuwangi yaitu desa Bakungan dan
Olihsari, yang keduanya masuk dalam kecamatan Glagah.
|
menanti dimulainya ritual |
Pelaksanaan
tari Sableng berbeda antara desa Bakungan dan desa Olihsari. Untuk masyarakat
di desa Olihsari diselenggarakan saat satu minggu setelah Idul Fitri, sedangkan
di desa Bakungan diselenggarakan seminggu setelah Idul Adha.
Untuk para
penari yang akan membawakan tarian Seblang haruslah keturunan dari penari
sebelumnya dan di pilih langsung oleh 'dukun'setempat. Ketentuan di desa
Olihsari, penari harus dalam usia sebelum akil balik, sedangkan di Bakungan
penari haruslah wanita berusia 50 tahun keatas, atau yang telah Menopause.
Tari ini
melambangkan kesakralan, ritual pertemuan dua dunia, sekaligus sebagai rasa
syukur atas karunia yang diberikan oleh sang Pencipta dan juga menjadi
permohonan untuk tolak bala. Di arena tempat diadakannya ritual Seblang ini,
ada pula amben, semacam meja kecil tempat menaruh boneka nini towok,
bunga-bunga yang nantinya akan dijual pada penonton, hiasan dari janur, tebu,
padi hingga sesajen.
Hiasan padi,
tebu dan tanaman pangan lainnya adalah melambangkan kesuburan yang patut
disyukuri. Sedangkan, boneka nini towok, dalam beberapa kepercayaan di Jawa,
adalah merupakan simbol padi dan kesuburan. Di kanan-kiri amben, tampak duduk
berjejer para pemangku adat dan juga master of ceremony.
Selayaknya
ritual lain, Tari Seblang pun memiliki beberapa tahapan sebelum
mencapai ritual puncak. Inilah urutan ritual yang harus dijalankan :
1. Penari
Seblang dirias dan mengenakan busana tarinya. Pada bagian tubuh dan
wajahnya, dibaluri sejenis tepung batu halus berwarna kuning (biasa
disebut atal ) yang dicampur dengan air. Lalu sang penari pergi berjalan menuju arena dengan beberapa penyanyi perempuan dan pemilik hajat.
Menuju Arena: Para tetua desa menuntun sang penari Seblang yang sudah trance menuju arena tempat dia menari.
.
2. Pada
tahapan kedua ini, sang penari dikenakan mahkota yang dihias beraneka
bunga dengan beragam warna. Tak lupa, sang penari memegang nyiru dengan
tangannya. Lalu ada seorang perempuan tua yang menutup mata sang penari
dengan tangannya. Setelah itu ada sang pawang yang membakar dupa serta
merapal mantra untuk memanggil dhanyang (roh penjaga desa) yang
dikenal dengan nama Buyut Kethut, Buyut Jalil, dan Buyut Rasio agar
memberkahi pertunjukan Seblang ini. Saat nyiru yang dipegang penari
Seblang itu jatuh, maka dia sudah mulai kejiman alias kesurupan.
3. Tahap
ketiga, adalah tahap pemilihan lagu untuk mengiringi sang penari. Ada
kalanya, lagu yang dimainkan tidak disetujui oleh sang penari yang sudah
trance ini. Kalau sang penari setuju, maka ia akan berdiri dan
menari dengan gemulai berlawanan dengan arah jarum jam. Kalau tidak
setuju, dia tidak mau berdiri serta memberi isyarat agar sang pengiring
memainkan lagu lain. Kadang kala, disaat jeda pemilihan lagu dan sang
penari beristirahat, disisipkan pula ritual sabung ayam.
<
The Owners: Para pemilik ayam aduan dengan bangga menggendong ayam jagoannya masuk menuju arena aduan dengan diiringi musik gandrung.
.
Fight For Hysteria: Dua ayam jago diadu hingga darah mengucur dan penonton berteriak histeris.
.
Break on Through to the Otherside: Sang penari ini sudah kejiman alias tubuhnya sudah dimasuki roh halus penjaga desa yang disebut dengan dhanyang. Saat itu pula tubuhnya lalu gemulai menari mengikuti irama musik
4. Setelah ritual tari berhenti sejenak, maka ada beberapa gadis cantik dengan kebaya memegang kembang dirma yakni bunga beraneka warna yang
dipercayai bisa mendatangkan berkah. Lalu bunga ini diberikan pada
penonton, lalu penonton memberikan derma uang ala kadarnya.
Kembang Dirma: Salah
seorang penyanyi yang manisnya gak ketulungan, memberi bunga yang
disebut dengan Kembang Dirma pada penonton, dan penonton memberikan uang
sekadarnya untuk sekedar menambal biaya operasional
.
5. Tahapan ini disebut tundik dan beberapa menyebutnya Ngibing,
yakni saat dimana sang penari mengajak penonton untuk ikut menari. Cara
memilih penontonnya unik, yakni sang penari Seblang melemparkan sampur
pada penonton. Siapa yang ketiban sampur itu harus menari bersama penari
Seblang. Suasana menjadi ramai dan penuh tawa saat penonton lari
berhamburan menghindari sampur yang dilempar itu. Saat ditanya kenapa
lari, jawaban mereka hampir seragam, “takut”. Kawan, inilah hasil nyata
dari pembodohan film horror Indonesia yang membuat orang beranggapan
bahwa orang kesurupan bisa membunuh kita.
Ngibing atau Tundik?: inilah
saat sang penari melempar samplung pada penonton. Dan seringkali
penonton – terutama anak-anak- lari ketakutan saat sang penari
menghampiri.
.
6. Inilah
titik puncak dari upacara Seblang. Saat sang pengiring memainkan lagu
Candradewi yang dimainkan dengan cepat, sang penari juga berputar dengan
cepat. Lalu sang penari rebah dan tergeletak menelungkup. Saat ini
petugas kembali meminta derma dari para penonton.